Nina sedang duduk di sofa, menikmati secangkir teh hangat saat ponselnya berdering. Nama Dimas muncul di layar, dan senyumnya langsung merekah. “Halo, sayang,” sapanya dengan nada riang.
“Hei, Nina. Aku ada kabar yang kurang baik. Aku butuh bicara denganmu segera,” suara Dimas terdengar tegang, membuat senyum Nina perlahan memudar.
“Apa yang terjadi, Dimas? Kau membuatku khawatir,” kata Nina, hatinya mulai berdebar kencang.
“Aku akan menjelaskan semuanya ketika kita bertemu. Bisakah kau datang ke apartemenku malam ini?” Dimas terdengar sangat serius, membuat Nina semakin gelisah.
“Tentu, aku akan segera ke sana,” jawab Nina tanpa ragu.
Nina merasa cemas sepanjang perjalanan menuju apartemen Dimas. Dia tahu ada sesuatu yang serius, dan pikiran buruk mulai menghantui. Setibanya di sana, Dimas sudah menunggunya di depan pintu, wajahnya tampak lelah dan penuh kekhawatiran.
“Masuklah,” kata Dimas sambil mempersilakan Nina masuk. Mereka duduk di ruang tamu, suasana tegang dan penuh kecemasan.
“Dimas, apa yang terjadi? Kau terlihat sangat khawatir,” tanya Nina, mencoba mengatasi rasa takutnya.
Dimas menghela napas panjang sebelum mulai berbicara. “Nina, ingat saat aku bilang ada ancaman yang aku terima karena pekerjaan masa laluku sebagai jurnalis investigasi?”
Nina mengangguk, matanya penuh perhatian. “Ya, aku ingat. Ada apa, Dimas?”
“Dua hari lalu, aku menerima pesan dari seseorang yang terlibat dalam kasus itu. Mereka mengancam akan membocorkan informasi rahasia jika aku tidak berhenti menulis artikel tentang mereka. Dan lebih buruknya, mereka tahu tentang kita,” kata Dimas dengan suara bergetar.
Nina merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. “Apa yang mereka inginkan, Dimas? Apa yang harus kita lakukan?”
Dimas meraih tangan Nina, menggenggamnya erat. “Aku tidak tahu, Nina. Aku tidak ingin kau terlibat dalam masalah ini. Tapi aku juga tidak bisa membiarkan mereka menang. Aku harus menghadapi ini.”
Nina menatap mata Dimas, merasakan ketulusan dan keberaniannya. “Kita akan menghadapi ini bersama, Dimas. Kau tidak sendirian.”
Malam itu, mereka berbicara panjang lebar, merencanakan langkah-langkah yang harus diambil untuk menghadapi ancaman tersebut. Nina merasa semakin dekat dengan Dimas, merasakan kekuatan cinta mereka yang semakin kuat di tengah krisis.
Hari-hari berikutnya diisi dengan ketegangan dan kecemasan. Dimas terus menerima pesan ancaman, dan Nina merasa ketakutan akan apa yang mungkin terjadi. Namun, mereka tetap bersama, saling mendukung dan memberi semangat.
Suatu malam, saat mereka duduk bersama di apartemen Nina, Dimas tiba-tiba mengingat sesuatu. “Nina, ada seseorang yang mungkin bisa membantu kita. Namanya adalah Pak Arman, seorang detektif swasta yang pernah bekerja denganku dalam kasus ini. Dia punya banyak koneksi dan mungkin bisa memberi kita informasi yang kita butuhkan.”
Nina mengangguk, merasa sedikit lega. “Baiklah, Dimas. Ayo kita hubungi dia dan lihat apa yang bisa dia lakukan untuk kita.”
Dimas menghubungi Pak Arman dan menjelaskan situasinya. Pak Arman setuju untuk bertemu mereka keesokan harinya. Pertemuan itu berlangsung di sebuah kafe yang sepi, jauh dari keramaian.
Pak Arman, seorang pria paruh baya dengan wajah serius, mendengarkan dengan seksama saat Dimas menceritakan semua yang terjadi. “Dimas, aku tahu kasus ini sangat berbahaya. Orang-orang yang terlibat sangat berpengaruh dan tidak segan-segan melakukan apa saja untuk melindungi kepentingan mereka. Tapi aku akan membantumu.”
Nina merasa sedikit lega mendengar kata-kata Pak Arman. Namun, dia juga tahu bahwa mereka masih menghadapi ancaman besar. “Apa yang harus kita lakukan, Pak Arman?” tanya Nina, suaranya penuh kekhawatiran.
Pak Arman menghela napas dalam-dalam. “Kita harus mengumpulkan bukti sebanyak mungkin tentang ancaman ini dan siapa yang terlibat. Aku akan mulai penyelidikan segera dan memberitahu kalian jika ada perkembangan.”
Dengan bantuan Pak Arman, Nina dan Dimas merasa sedikit lebih tenang. Namun, mereka tahu bahwa ini baru permulaan. Mereka harus tetap waspada dan siap menghadapi segala kemungkinan.
Suatu malam, ketika Nina dan Dimas sedang menikmati makan malam bersama, pintu apartemen mereka diketuk keras. Dimas membuka pintu dan menemukan sebuah amplop di lantai. Dia membukanya dengan tangan gemetar dan menemukan foto-foto mereka berdua dengan pesan ancaman yang menakutkan.
“Kau dan Nina harus berhenti mencari masalah atau kalian akan menyesal.”
Nina merasa ketakutan yang mendalam. “Dimas, ini sudah keterlaluan. Kita harus melakukan sesuatu.”
Dimas mengangguk, matanya penuh tekad. “Kita akan menghadapinya, Nina. Bersama-sama.”
Malam itu, mereka berdua tidak bisa tidur. Mereka berbaring di tempat tidur, memeluk satu sama lain dengan erat, mencoba mencari kekuatan dalam kebersamaan mereka. “Nina, apapun yang terjadi, aku akan melindungimu,” bisik Dimas dengan suara penuh perasaan.
Nina merasakan air mata mengalir di pipinya. “Aku tahu, Dimas. Aku juga akan selalu ada untukmu.”
Dengan cinta yang semakin kuat, Nina dan Dimas siap menghadapi apapun yang datang menghadang. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan sulit, tetapi mereka juga tahu bahwa cinta mereka cukup kuat untuk mengatasi semua rintangan.
Siap menerima info dan artikel menarik langsung di email Anda?
Ayo, bergabung sekarang! Gratis!