Rehan terus merasakan kegelisahan yang tidak bisa dia abaikan. Nadine selalu terlihat ceria, tetapi dia tidak bisa mengabaikan tanda-tanda kelelahan yang semakin sering muncul. Dia memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Suatu hari, ketika mereka sedang berada di ruang seni, Rehan memperhatikan Nadine yang terbatuk-batuk lebih sering dari biasanya. Saat Nadine meninggalkan ruangan sebentar, Rehan memanfaatkan kesempatan itu untuk berbicara dengan salah satu teman mereka, Lisa.
“Lisa, kamu tahu apa yang terjadi dengan Nadine? Aku merasa dia tidak sehat, tetapi dia selalu bilang baik-baik saja,” tanya Rehan dengan nada khawatir.
Lisa terlihat ragu sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Aku juga memperhatikan hal itu, Rehan. Nadine memang selalu berusaha terlihat ceria, tapi aku pernah melihatnya minum obat-obatan yang banyak sekali. Aku pikir dia sedang menjalani perawatan untuk sesuatu yang serius.”
Rehan merasa hatinya semakin berat mendengar kata-kata Lisa. Setelah selesai dengan kegiatan seni, dia memutuskan untuk berbicara langsung dengan Nadine. Mereka berjalan pulang bersama seperti biasa, tetapi kali ini Rehan merasa perlu untuk mengungkapkan kekhawatirannya.
“Nadine, aku perlu bicara serius denganmu,” kata Rehan saat mereka duduk di bangku taman.
Nadine menatapnya dengan tatapan penuh perhatian. “Apa yang terjadi, Rehan?”
“Aku tahu ada sesuatu yang kamu sembunyikan tentang kesehatanmu. Aku khawatir padamu, dan aku ingin membantu. Tolong, ceritakan padaku yang sebenarnya,” pinta Rehan dengan suara penuh keprihatinan.
Nadine terdiam sejenak, menunduk, dan menghela napas panjang. “Rehan, aku tidak ingin kamu khawatir. Tapi aku rasa ini saatnya aku jujur padamu.”
Rehan mendengarkan dengan seksama, merasakan jantungnya berdebar kencang.
“Aku menderita penyakit langka yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuhku. Dokter bilang hidupku mungkin tidak akan lama, tapi aku berusaha menjalani setiap hari dengan penuh semangat dan kebahagiaan. Aku tidak ingin orang-orang di sekitarku merasa sedih atau kasihan padaku,” Nadine menjelaskan dengan mata berkaca-kaca.
Rehan merasakan air mata mengalir di pipinya. “Nadine, aku tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu ada di sini untukmu, apapun yang terjadi.”
Nadine tersenyum, meski air matanya juga mengalir. “Terima kasih, Rehan. Itu berarti banyak bagiku.”
Sejak saat itu, Rehan dan Nadine semakin dekat. Rehan berusaha membuat setiap momen bersama menjadi lebih berarti. Mereka menghabiskan waktu dengan melakukan hal-hal yang Nadine sukai, seperti melukis, membaca, dan mengunjungi tempat-tempat indah di kota mereka.
Rehan juga mulai lebih sering menemani Nadine ke rumah sakit untuk menjalani perawatan. Dia ingin memastikan Nadine tidak merasa sendirian dalam menghadapi perjuangan ini. Setiap kali Nadine merasa lelah atau sakit, Rehan selalu berada di sisinya, memberikan dukungan dan semangat.
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan meskipun kondisi Nadine semakin menurun, semangat dan kegembiraan mereka tidak pernah pudar. Nadine terus menunjukkan keberanian dan keteguhan hati yang luar biasa, dan Rehan merasa terinspirasi oleh keteguhan temannya.
Suatu hari, saat mereka duduk di taman yang sama, Nadine berkata, “Rehan, aku sangat beruntung memiliki teman sepertimu. Kamu telah membuat hidupku lebih bermakna dan penuh warna.”
Rehan menggenggam tangan Nadine erat-erat. “Nadine, aku yang beruntung. Kamu mengajarkanku untuk menghargai setiap momen dalam hidup ini.”
Mereka berdua duduk dalam keheningan, menikmati kebersamaan yang begitu berharga. Rehan tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah, tetapi dia siap menghadapi apapun bersama Nadine. Rahasia yang terungkap ini semakin memperkuat ikatan persahabatan mereka, dan Rehan bertekad untuk membuat setiap detik yang tersisa menjadi momen yang paling indah bagi Nadine.
Siap menerima info dan artikel menarik langsung di email Anda?
Ayo, bergabung sekarang! Gratis!