Nina duduk di sofa, menggenggam secangkir kopi yang mulai dingin. Pikirannya melayang pada percakapan terakhir dengan Pak Arman. Ancaman yang mereka hadapi semakin nyata, dan rahasia masa lalu Dimas semakin membebani. Ponselnya berbunyi, mengalihkan perhatiannya.
“Halo, Nina,” suara Dimas terdengar tegang di ujung telepon. “Aku butuh bertemu denganmu sekarang. Ada sesuatu yang penting.”
“Apa yang terjadi, Dimas?” tanya Nina dengan cemas.
“Aku akan jelaskan semuanya saat kita bertemu. Bisakah kau datang ke apartemenku sekarang?” suara Dimas semakin mendesak.
“Tentu, aku akan segera ke sana,” jawab Nina, hatinya berdebar-debar.
Nina bergegas ke apartemen Dimas, pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan. Saat tiba, Dimas sudah menunggunya di depan pintu dengan ekspresi serius. “Masuklah, Nina. Ini penting.”
Mereka duduk di ruang tamu, dan Dimas membuka sebuah kotak kecil yang berisi dokumen dan foto-foto. “Nina, ini adalah semua bukti yang aku kumpulkan selama penyelidikan kasus itu. Aku menyimpan semuanya dengan harapan suatu hari bisa membongkar kebenaran.”
Nina menatap dokumen-dokumen itu dengan kaget. “Dimas, ini sangat berbahaya. Kenapa kau tidak pernah memberitahuku?”
Dimas menghela napas panjang. “Aku tidak ingin melibatkanmu dalam masalah ini. Tapi sekarang, kita tidak punya pilihan lain. Mereka tahu tentang kita dan akan melakukan apa saja untuk menghentikanku.”
Malam itu, mereka berdua memeriksa dokumen-dokumen tersebut dengan cermat. Setiap bukti, setiap foto, membawa mereka lebih dekat pada kebenaran yang mengejutkan. “Dimas, ini berarti orang-orang yang kita hadapi sangat berkuasa dan berbahaya. Apa rencanamu selanjutnya?” tanya Nina dengan suara bergetar.
Dimas memandang Nina dengan mata penuh tekad. “Kita harus mengungkapkan ini ke publik. Hanya dengan cara itu kita bisa melindungi diri kita dan orang lain yang mungkin menjadi korban.”
Namun, sebelum mereka sempat merencanakan langkah selanjutnya, ponsel Dimas berbunyi. Sebuah pesan masuk dengan kata-kata yang mengerikan. “Berhenti sekarang atau kalian akan menyesal.”
Nina merasakan ketakutan yang mendalam. “Dimas, mereka tahu kita sedang bergerak. Apa yang harus kita lakukan?”
Dimas meraih tangan Nina, menggenggamnya erat. “Kita tidak bisa mundur sekarang. Kita harus melanjutkan. Aku tidak akan membiarkan mereka menang.”
Dengan tekad yang semakin kuat, Nina dan Dimas memutuskan untuk menemui Pak Arman lagi. Mereka berharap detektif swasta itu bisa memberi mereka lebih banyak informasi dan membantu mereka merencanakan langkah berikutnya.
Pak Arman menyambut mereka dengan serius. “Aku sudah menyelidiki lebih dalam. Orang-orang ini sangat berbahaya, dan mereka punya banyak koneksi. Tapi kita tidak bisa menyerah.”
Nina dan Dimas mendengarkan dengan seksama saat Pak Arman menjelaskan rencananya. “Kita harus menyusun strategi yang matang. Aku punya beberapa kontak di media yang bisa membantu kita mengungkap kebenaran ini.”
Malam itu, Nina dan Dimas kembali ke apartemen dengan perasaan campur aduk. Mereka tahu bahwa langkah selanjutnya akan sangat berisiko, tapi mereka juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menghadapi ancaman tersebut.
Ketika malam semakin larut, mereka duduk di balkon apartemen, menikmati angin malam yang sejuk. Dimas meraih tangan Nina, membelai lembut. “Nina, aku tahu ini semua sangat menakutkan. Tapi aku berjanji, apapun yang terjadi, aku akan selalu ada di sisimu.”
Nina menatap mata Dimas yang penuh kasih. “Aku juga akan selalu ada untukmu, Dimas. Kita akan menghadapi ini bersama.”
Mereka berciuman di bawah langit malam, ciuman yang penuh dengan cinta dan harapan. Meskipun bayangan ancaman masih menggantung di udara, Nina merasa kuat dengan Dimas di sisinya.
Namun, saat mereka kembali ke dalam, sebuah kejutan besar menanti mereka. Di meja, tergeletak sebuah amplop dengan tulisan tangan yang dikenali Nina. Dengan tangan gemetar, dia membuka amplop itu dan menemukan foto-foto yang lebih mengerikan—foto-foto yang mengungkap lebih banyak rahasia masa lalu Dimas, termasuk keterlibatan seseorang yang tidak pernah diduga.
“Dimas, siapa orang ini?” tanya Nina dengan suara bergetar, menunjuk pada salah satu foto.
Dimas menatap foto itu dengan mata terbelalak. “Itu… itu orang yang paling aku percayai dulu. Aku tidak pernah mengira dia bisa terlibat dalam semua ini.”
Nina merasa dunianya terbalik. Rahasia besar telah terungkap, mengancam hubungan mereka dan membawa mereka ke dalam konflik yang lebih dalam. Tapi di tengah semua kekacauan ini, satu hal tetap jelas—cinta mereka satu sama lain akan selalu menjadi kekuatan yang tak tergoyahkan.
—
Silahkan baca cerbung lainnya;
Siap menerima info dan artikel menarik langsung di email Anda?
Ayo, bergabung sekarang! Gratis!