Berita tentang Ramadan yang berhasil mengatasi Doni dan teman-temannya menyebar cepat di seluruh sekolah. Dalam beberapa hari, Ramadan mulai merasakan perubahan dalam cara orang-orang memperlakukannya. Beberapa siswa mulai melihatnya dengan kekaguman, sementara yang lain tampak khawatir atau penasaran. Namun, Ramadan tahu bahwa masalahnya belum selesai. Doni dan gengnya pasti akan mencari cara untuk membalas dendam.
Pada suatu pagi, ketika Ramadan sedang duduk di kelas menunggu pelajaran dimulai, Fajar datang mendekat dengan wajah serius. “Ram, aku dengar kabar buruk. Doni dan teman-temannya berencana untuk membalas dendam. Mereka bilang mereka tidak akan membiarkan kamu begitu saja,” katanya dengan nada khawatir.
Ramadan mengangguk pelan. “Saya sudah menduganya, Faj. Tapi saya tidak bisa terus menghindar. Kalau mereka mencari masalah lagi, saya akan hadapi,” jawabnya dengan tenang.
Fajar menatap Ramadan dengan rasa hormat. “Kamu memang berani, Ram. Tapi hati-hati, ya. Mereka bisa melakukan apa saja,” katanya sebelum kembali ke tempat duduknya.
Hari itu berlalu tanpa insiden. Namun, perasaan tegang terus menyelimuti Ramadan. Setiap kali ia melihat Doni, Raka, atau Bimo di koridor, mereka selalu memberinya tatapan tajam. Ramadan tetap berusaha untuk tidak terpancing, fokus pada pelajaran dan rutinitasnya.
Suatu sore, saat Ramadan sedang menonton siswa ekstrakurikuler Tae Kwon Do latihan di gym sekolah, pelatihnya, Pak Arif, mendekatinya. “Ramadan, saya dengar ada masalah di sekolah. Kamu baik-baik saja?” tanya Pak Arif dengan nada perhatian.
Ramadan tersenyum tipis. “Ya, Pak. Hanya beberapa masalah dengan senior. Tapi saya bisa mengatasinya,” jawabnya.
Pak Arif menepuk bahu Ramadan dengan lembut. “Ingat, bela diri bukan hanya untuk bertarung. Tapi untuk melindungi diri dan orang lain. Gunakan kemampuanmu dengan bijak,” katanya.
Kata-kata Pak Arif memberi Ramadan semangat baru. Ia tahu bahwa ia harus tetap tenang dan tidak terpancing emosi. Namun, masalah ini harus diselesaikan dengan cara yang benar.
Pada hari Jumat berikutnya, saat Ramadan sedang menuju perpustakaan, ia melihat Doni dan gengnya sedang berkumpul di pojok koridor. Mereka terlihat berbisik-bisik dan sesekali melirik ke arah Ramadan. Merasa ada yang tidak beres, Ramadan memutuskan untuk menghindar dan mengambil jalan lain. Namun, Doni memanggilnya.
“Ramadan! Ke sini sebentar,” teriak Doni.
Ramadan berhenti dan berbalik, berjalan mendekati mereka dengan langkah mantap. “Apa lagi yang kalian mau?” tanyanya.
Doni mendekat dengan senyum licik. “Kita mau bicara, anak baru. Kamu pikir kamu bisa lolos begitu saja setelah mempermalukan kita?”
Ramadan menatap mereka dengan tegas. “Saya tidak mau masalah. Tapi kalau kalian terus mengganggu, saya tidak akan tinggal diam,” katanya.
Raka dan Bimo mendekat, siap untuk menyerang. Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, seorang guru, Pak Budi, tiba-tiba muncul dari balik tikungan. “Ada apa ini? Kenapa kalian berkumpul di sini?” tanyanya dengan nada curiga.
Doni dan gengnya segera mundur, berpura-pura tidak terjadi apa-apa. “Tidak ada apa-apa, Pak. Kami hanya ngobrol,” jawab Doni dengan senyum palsu.
Pak Budi menatap mereka satu per satu sebelum akhirnya melihat ke arah Ramadan. “Ramadan, kamu baik-baik saja?” tanyanya.
Ramadan mengangguk. “Ya, Pak. Saya baik-baik saja,” jawabnya.
Pak Budi mengangguk pelan. “Baiklah, kalian sebaiknya kembali ke kelas masing-masing. Jangan sampai saya dengar ada masalah lagi,” katanya sebelum pergi.
Setelah Pak Budi pergi, Doni mendekati Ramadan sekali lagi, kali ini dengan suara pelan tapi penuh ancaman. “Kamu beruntung kali ini, Ramadan. Tapi ingat, ini belum selesai,” katanya sebelum pergi dengan Raka dan Bimo.
Ramadan menghela napas panjang. Ia tahu bahwa masalah ini belum berakhir. Namun, ia juga tahu bahwa ia tidak sendirian. Dukungan dari teman-temannya dan keyakinannya pada prinsip bela diri memberinya kekuatan untuk terus maju. Ramadan bertekad untuk menghadapi setiap tantangan yang datang dengan kepala tegak dan hati yang kuat.
Hari-hari di sekolah unggulan ini mungkin tidak akan pernah benar-benar tenang, tetapi Ramadan siap menghadapi segala tantangan yang akan datang. Dengan tekad yang kuat, Ramadan berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap berpegang pada prinsipnya dan terus maju, apa pun yang terjadi.
Siap menerima info dan artikel menarik langsung di email Anda?
Ayo, bergabung sekarang! Gratis!