Hari itu adalah hari pertama Ramadan di sekolah yang akan menjadi tempatnya menuntut ilmu setelah pindah dari kota asalnya. Ramadan melangkah memasuki gerbang sekolah dengan perasaan campur aduk. Usianya baru 16 tahun, sedikit lebih muda dibandingkan teman-teman sekelasnya, karena ia melewati ujian akselerasi di sekolah sebelumnya. Meski begitu, penampilannya tidak menunjukkan sedikit pun keraguan.
Ramadan dikenal sebagai anak yang pendiam. Ia jarang sekali berbicara kecuali jika diperlukan, tetapi di balik sikapnya yang tenang, tersimpan kepercayaan diri yang kuat. Ramadan adalah pemegang sabuk hitam Tae Kwon Do, sebuah fakta yang ia sembunyikan dari orang lain. Keahliannya dalam bela diri memberinya rasa aman dan keyakinan yang tidak terlihat dari luar.
Ramadan pindah ke sekolah ini di pertengahan tahun ajaran, mengikuti ayahnya yang mendapat tugas di kota baru ini. Hal ini membuat Ramadan merasa harus mulai dari awal di lingkungan yang benar-benar asing baginya.
Sesampainya di kelas, Ramadan disambut oleh wali kelasnya, Ibu Ratri, seorang guru yang ramah dan penuh perhatian. Ibu Ratri memperkenalkan Ramadan kepada teman-teman sekelasnya. “Anak-anak, ini Ramadan. Dia murid baru kita yang akan bergabung dengan kita mulai hari ini. Ayo, sambut dia dengan baik,” kata Ibu Ratri dengan senyum lebar.
Ramadan menatap sekeliling kelas, mencari-cari tempat duduk yang masih kosong. Seorang anak laki-laki dengan senyum lebar melambai ke arahnya, mengisyaratkan tempat di sebelahnya. “Hai, nama saya Fajar. Duduk di sini saja,” ajaknya. Ramadan tersenyum tipis dan mengangguk, lalu duduk di samping Fajar.
Fajar, dengan sikapnya yang ramah dan terbuka, segera membuat Ramadan merasa lebih nyaman. Mereka berbincang ringan tentang mata pelajaran, guru, dan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Fajar menceritakan tentang klub-klub di sekolah, membuat Ramadan merasa lebih antusias. “Kamu harus coba ikut salah satu klub di sini. Banyak yang seru-seru, loh,” ujar Fajar.
Hari pertama berjalan dengan lancar. Ramadan mengikuti pelajaran dengan baik, meski ada sedikit kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan metode pengajaran yang baru. Namun, ia bertekad untuk beradaptasi secepat mungkin. Pada saat istirahat, Fajar mengenalkan Ramadan kepada beberapa teman lainnya. Mereka semua menyambut Ramadan dengan ramah, membuatnya merasa sedikit lebih tenang.
Saat jam istirahat kedua, Ramadan memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar sekolah. Ia ingin mengenal lebih jauh lingkungan yang akan menjadi rumah keduanya ini. Sesampainya di aula olahraga, Ramadan berhenti sejenak untuk melihat latihan beberapa siswa yang sedang berlatih basket. Ia tersenyum melihat semangat mereka, mengingatkannya pada latihan Tae Kwon Do yang sering ia lakukan.
Namun, tidak semua orang menyambut Ramadan dengan tangan terbuka. Ketika Ramadan sedang berjalan kembali menuju kelasnya, ia berpapasan dengan sekelompok senior yang tampak kurang bersahabat. Mereka berdiri di dekat tangga, mengamati setiap murid yang lewat dengan tatapan tajam.
Seorang di antara mereka, yang tampak sebagai pemimpin kelompok, menatap Ramadan dengan sinis. “Hei, kamu murid baru, ya? Jangan sok jago di sini,” kata senior itu dengan nada mengancam. Ramadan hanya menunduk dan berlalu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu bahwa ini mungkin bukan terakhir kalinya ia berhadapan dengan mereka.
Dengan tekad yang kuat, Ramadan berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap bersikap tenang dan sabar. Baginya, sekolah baru ini adalah awal dari petualangan yang panjang, dan ia siap menghadapinya dengan kepala tegak dan hati yang kuat. Hari pertama telah usai, namun Ramadan tahu bahwa tantangan sebenarnya baru saja dimulai.
Siap menerima info dan artikel menarik langsung di email Anda?
Ayo, bergabung sekarang! Gratis!