Fina menatap bayangan dirinya di cermin, memastikan seragam praktik mengajarnya rapi dan rambut sebahunya tersisir dengan baik. Mata berbinar dan bibir merahnya memberi sentuhan manis pada penampilannya. Hari ini adalah hari kedua belas Fina menjalani Program Pengalaman Lapangan (PPL) di sebuah SMA ternama di kota kecilnya.
Sebagai mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fina selalu bermimpi bisa menjadi guru yang menginspirasi. PPL adalah langkah pertama menuju impian itu, dan meskipun baru berjalan dua minggu, ia sudah mulai merasa akrab dengan suasana sekolah dan para siswa.
Fina memasuki ruang kelas dengan senyum hangat. Pagi itu, dia akan mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas XI. Para siswa sudah menantinya dengan beragam ekspresi; ada yang antusias, ada yang biasa saja, dan ada juga yang tampak malas.
“Selamat pagi, anak-anak!” sapa Fina dengan suara ceria.
“Selamat pagi, Kak Fina,” jawab mereka serentak.
Julian, seorang siswa yang duduk di barisan tengah, tidak bisa melepaskan pandangannya dari Fina. Julian adalah siswa yang pintar dan aktif, tetapi belakangan ini Fina merasa ada yang berbeda dari sikapnya. Setiap kali Fina memberikan penjelasan, Julian tampak begitu fokus dan matanya memancarkan kekaguman.
Saat istirahat, Fina duduk di taman sekolah, menikmati udara segar sambil memeriksa tugas-tugas yang baru saja dikumpulkan. Tiba-tiba, Julian mendekatinya dengan wajah gugup namun berusaha tetap tenang.
“Kak Fina, boleh aku bicara sebentar?” tanyanya sopan.
“Tentu, Julian. Ada apa?” Fina menutup buku catatannya dan menatap Julian dengan perhatian.
Julian menggaruk-garuk kepalanya, mencari kata-kata yang tepat. “Aku cuma mau bilang, aku sangat kagum dengan cara Kak Fina mengajar. Kak Fina selalu membuat pelajaran jadi lebih menyenangkan dan mudah dimengerti.”
Fina tersenyum, merasa tersanjung. “Terima kasih, Julian. Itu adalah tujuan utama Kak Fina, supaya kalian bisa belajar dengan baik dan merasa nyaman.”
Julian ragu-ragu sejenak sebelum melanjutkan. “Dan… aku juga ingin bilang kalau… aku suka sama Kak Fina.”
Fina terkejut, namun berusaha tetap tenang. “Julian, Kak Fina sangat menghargai perasaanmu. Tapi ingatlah, saat ini Kak Fina adalah gurumu, dan hubungan kita harus tetap profesional.”
Julian menunduk, terlihat sedikit kecewa namun mengerti. “Iya, Kak. Maaf kalau aku membuat Kak Fina tidak nyaman.”
Fina tersenyum lembut. “Tidak apa-apa, Julian. Yang penting kamu tetap fokus belajar dan mencapai cita-citamu.”
Sejak perbincangan itu, Fina memperhatikan bahwa Julian semakin giat belajar dan lebih bersemangat dalam setiap pelajaran. Fina merasa bangga melihat perubahan positif tersebut, dan ia berharap bisa terus menjadi inspirasi bagi siswa-siswanya, termasuk Julian.
Hari-hari berlalu, dan Fina menyadari bahwa menjadi seorang guru bukan hanya tentang menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga tentang mendengarkan, memahami, dan memberikan bimbingan. PPL ini mengajarkan Fina banyak hal, tidak hanya tentang profesi guru, tetapi juga tentang bagaimana menjadi sosok yang bisa diandalkan dan menginspirasi.
Saat program PPL mendekati akhir, Fina merasa berat hati harus meninggalkan sekolah dan siswa-siswanya. Namun, ia tahu bahwa setiap akhir adalah awal dari perjalanan baru. Dengan senyum di wajah dan semangat di hati, Fina siap melangkah ke depan, meraih mimpi-mimpinya dan terus membawa cahaya pengetahuan kepada setiap anak yang ditemuinya.
Di hari terakhir, Julian memberinya sebuah surat. “Untuk Kak Fina, terima kasih atas semua yang telah Kak Fina ajarkan. Aku akan berusaha menjadi yang terbaik, seperti yang selalu Kak Fina bilang. Aku tidak akan pernah melupakan Kak Fina. Salam hangat, Julian.”
Fina tersenyum haru membaca surat itu. Dia yakin, di masa depan, Julian akan menjadi seseorang yang sukses dan membanggakan. Fina berjalan keluar dari gerbang sekolah, meninggalkan jejak kenangan indah yang akan selalu ia ingat.
Siap menerima info dan artikel menarik langsung di email Anda?
Ayo, bergabung sekarang! Gratis!