Pagi itu, Dian merasa lebih gelisah dari biasanya. Pikirannya terus melayang pada percakapan dengan Bima di kereta kemarin. Saat berjalan menuju stasiun, dia berusaha untuk tetap fokus pada rutinitasnya, tapi hatinya terasa berat.
Sesampainya di stasiun, Dian melihat Bima sedang menunggu kereta. Mereka saling menyapa dengan senyum yang lebih tipis dari biasanya. Dian bisa merasakan ketegangan di udara.
“Selamat pagi, Dian,” sapa Bima dengan nada datar.
“Selamat pagi, Bima. Bagaimana hasil pembicaraanmu dengan Rani?” tanya Dian dengan hati-hati.
Bima menghela napas panjang sebelum menjawab. “Kami berbicara panjang lebar. Rani sangat sedih, tapi dia mengerti. Kami memutuskan untuk mengakhiri pertunangan kami. Rasanya seperti ada beban yang lepas dari dadaku, tapi juga menyisakan rasa bersalah.”
Dian merasakan campuran emosi mendengar cerita Bima. Dia lega bahwa Bima akhirnya mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya, tapi juga sedih melihat kesedihan di mata Bima.
“Aku mengerti, Bima. Ini pasti keputusan yang sangat sulit, tapi kamu sudah melakukan hal yang benar dengan jujur pada dirimu sendiri dan Rani,” kata Dian dengan lembut.
Perjalanan mereka ke Jakarta dipenuhi dengan keheningan. Tidak ada percakapan ringan seperti biasanya. Dian merasakan ketegangan dan kelegaan yang bercampur menjadi satu. Dia tahu ini adalah momen penting bagi Bima, dan mungkin juga untuk dirinya sendiri.
Sesampainya di kantor, Dian mencoba fokus pada pekerjaannya. Namun, pikirannya terus melayang kembali ke Bima. Di tengah kesibukan, pesan dari Bima masuk ke ponselnya.
“Hai, Dian. Terima kasih sudah mendengarkan dan mendukungku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi aku merasa lebih tenang sekarang.”
Dian tersenyum dan membalas pesan itu. “Aku selalu ada untukmu, Bima. Semoga semuanya berjalan lancar.”
Hari itu terasa berjalan lebih lambat dari biasanya. Dian tenggelam dalam rutinitas kantor, tapi hatinya terus berdebar memikirkan Bima. Ketika jam kerja berakhir, Dian merasa lega bisa pulang dan merenung tentang segala yang terjadi.
Dalam perjalanan pulang dengan KRL, Dian duduk di tempat favoritnya di dekat jendela. Dia menatap keluar, merenungkan banyak hal. Apakah ini saatnya dia mengungkapkan perasaannya pada Bima? Atau haruskah dia menunggu lebih lama, memberi Bima waktu untuk pulih dari perpisahan ini?
Di tengah kereta yang bergerak, Dian teringat pada sebuah kutipan yang pernah ia baca: “Terkadang, keputusan yang sulit adalah yang paling benar.” Dian tahu, ia harus membuat keputusan yang sulit ini dengan hati-hati.
Sesampainya di rumah, Dian duduk di ruang tamu sambil memikirkan langkah selanjutnya. Ia tahu, perasaannya pada Bima semakin dalam, tapi ia juga tidak ingin terburu-buru dan menyakiti perasaan siapapun, termasuk dirinya sendiri.
Malam itu, Dian menuliskan semua pikirannya dalam jurnal. Ia mencurahkan segala keraguannya, ketakutannya, dan harapannya. Menulis selalu menjadi terapi bagi Dian, membantu dia memahami apa yang sebenarnya ia rasakan.
Keesokan paginya, Dian berangkat ke stasiun dengan tekad baru. Dia tahu bahwa keputusan apapun yang dia buat harus didasari oleh kejujuran dan keberanian. Ketika dia melihat Bima di stasiun, hatinya berdebar, tapi dia merasa lebih siap untuk menghadapi apa yang akan datang.
“Bima, aku ingin kita bicara,” kata Dian dengan nada tegas tapi lembut.
Bima menatapnya dengan rasa ingin tahu. “Tentu, Dian. Apa yang ingin kamu bicarakan?”
Dian mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. “Aku tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat, tapi aku perlu jujur pada diriku sendiri dan padamu. Aku punya perasaan yang lebih dari sekadar teman padamu, Bima. Aku tidak mengharapkan jawaban sekarang. Aku hanya ingin kamu tahu.”
Bima terdiam, mencoba mencerna kata-kata Dian. “Dian, aku sangat menghargai kejujuranmu. Aku juga tidak ingin terburu-buru, tapi kita bisa lihat ke mana perasaan ini membawa kita. Terima kasih sudah berbicara dengan jujur.”
Mereka berdua tahu bahwa ini hanyalah awal dari perjalanan yang baru. Setiap keputusan yang sulit diambil dengan hati yang tulus, akan membawa mereka menuju arah yang lebih baik. Dalam ketidakpastian, mereka menemukan harapan dan keberanian untuk melangkah maju.
Siap menerima info dan artikel menarik langsung di email Anda?
Ayo, bergabung sekarang! Gratis!