Adel tidak bisa menghilangkan perasaan aneh yang menghantuinya sejak menemukan cermin tua itu. Cermin tersebut tampaknya terus-menerus menarik perhatiannya. Setiap kali ia berada di kamarnya, matanya tanpa sadar tertuju ke arah cermin, seperti ada sesuatu yang berusaha keluar dari balik permukaannya. Setelah membaca peringatan di buku catatan tua yang ia temukan di loteng, pikiran Adel dipenuhi oleh pertanyaan yang tak terjawab. Apa maksud dari tulisan itu? Mengapa seseorang memperingatkan tentang cermin itu?
Pagi itu, Adel merasa tidak nyaman. Dia memutuskan untuk mencoba mencari tahu lebih banyak tentang rumah barunya dan cermin tersebut. Tanpa membuang waktu, Adel menuju ke perpustakaan kota. Tempat itu sudah lama tidak ramai, terlihat dari debu yang menutupi rak-rak buku. Namun, Adel merasa bahwa di tempat inilah dia mungkin bisa menemukan jawaban.
“Permisi, saya bisa bantu?” tanya seorang pustakawan tua yang terlihat sudah mengenal setiap sudut perpustakaan dengan baik.
“Saya sedang mencari informasi tentang rumah tua di Jalan Melati, dan mungkin juga tentang barang-barang antik yang pernah ada di sana. Terutama sebuah cermin antik,” jawab Adel.
Pustakawan itu tampak berpikir sejenak sebelum mengajak Adel menuju sebuah rak buku di bagian belakang ruangan. “Rumah di Jalan Melati… Sepertinya saya pernah membaca sesuatu tentang itu,” katanya sambil menggeser beberapa buku.
Setelah beberapa saat mencari, pustakawan itu menyerahkan sebuah buku tua berjudul “Sejarah Kota Midangku: Rumah-Rumah Tua dan Penghuninya.”
Adel membuka buku itu dengan tangan gemetar, langsung mencari halaman yang membahas rumah yang sekarang ia tinggali. Tidak lama kemudian, dia menemukan informasi yang mengejutkan: pemilik rumah sebelumnya adalah seorang detektif terkenal bernama Pak Kamal. Namun, dia menghilang secara misterius lebih dari 30 tahun yang lalu saat menyelidiki serangkaian pembunuhan yang tidak terpecahkan di kota itu.
Hati Adel berdebar-debar. Dia mengingat tulisan di buku catatan tua di loteng, dan sesuatu mulai terasa lebih jelas. Cermin itu mungkin ada hubungannya dengan hilangnya Pak Kamal.
Adel semakin penasaran dan mulai bertanya lebih lanjut kepada pustakawan. “Apakah ada informasi lain tentang Pak Kamal? Apakah dia meninggalkan apa pun sebelum menghilang?”
Pustakawan itu menggeleng pelan. “Tidak banyak yang diketahui tentang kepergiannya. Beberapa orang di kota ini percaya bahwa dia dibunuh oleh pelaku pembunuhan yang dia selidiki. Yang lain mengatakan bahwa ada sesuatu yang lebih mistis, sesuatu yang berhubungan dengan rumah tua itu.”
Malam harinya, Adel merasa semakin tak nyaman di kamarnya. Cermin itu tampak seolah-olah sedang menatap balik ke arahnya, menunggu sesuatu. Mimpi-mimpi buruk yang semalam dia alami pun mulai berulang. Adel melihat bayangan seorang pria yang berjalan terburu-buru di jalan yang sepi, seperti dikejar oleh sesuatu yang tak terlihat. Wajah pria itu penuh ketakutan, dan sebelum dia bisa melakukan apa-apa, sosok itu lenyap dalam kegelapan.
Ketika Adel terbangun dengan jantung berdegup kencang, dia segera menatap cermin di sudut kamarnya. Bayangan di cermin tampak bergerak, meski ruangan itu sunyi. Dia memeriksa sekitar, memastikan tidak ada siapa-siapa di ruangan itu selain dirinya. Namun, saat dia kembali melihat cermin, sekelebat bayangan hitam melintas, membuatnya mundur dengan rasa takut.
Adel tahu, cermin itu bukanlah benda biasa.
—
Keesokan harinya, Adel memutuskan untuk kembali ke loteng, berharap menemukan petunjuk lain. Dia menggali lebih dalam di antara tumpukan barang-barang tua. Saat membuka sebuah laci kecil, dia menemukan sebuah kotak kayu usang yang terkunci. Namun, kunci kotak itu sepertinya telah hilang. Adel membawa kotak tersebut ke kamarnya, berpikir bahwa isinya mungkin bisa menjelaskan lebih lanjut tentang cermin dan detektif yang menghilang.
Malam itu, Adel duduk di lantai kamarnya dengan kotak kayu di pangkuannya. Dia meraba-raba bingkai kotak, mencari cara untuk membukanya. Saat dia menyentuh bagian tertentu, ada klik kecil, dan tutup kotak itu terbuka. Di dalamnya, Adel menemukan tumpukan surat dan foto-foto lama.
Foto-foto itu memperlihatkan sosok pria yang tampak seperti Pak Kamal, berdiri di depan cermin yang sama—cermin yang kini ada di kamar Adel. Dalam salah satu foto, pria itu tampak serius, seolah-olah sedang meneliti sesuatu yang ia lihat di dalam cermin. Di foto lainnya, ekspresi wajahnya berubah menjadi ketakutan, seperti ada sesuatu yang menghantui di dalam cermin tersebut.
Adel menatap foto-foto itu dengan rasa takut yang semakin membesar. Ada sesuatu yang salah dengan cermin ini. Seolah-olah cermin itu memiliki kekuatan untuk menarik orang-orang ke dalamnya, atau mungkin lebih buruk, mengambil alih mereka.
Adel membaca surat-surat yang ada di dalam kotak. Surat-surat itu adalah catatan dari Pak Kamal tentang investigasinya terhadap serangkaian pembunuhan di kota itu. Namun, di antara catatan tersebut, ada sesuatu yang lebih mengganggu. Di salah satu surat, Pak Kamal menyebutkan bahwa cermin itu adalah salah satu barang bukti yang diambil dari rumah salah satu korban pembunuhan.
“Cermin ini tidak seperti benda lain yang pernah kulihat,” tulisnya. “Setiap kali aku menatapnya, aku merasa ada sesuatu yang memerhatikanku. Aku harus berhati-hati. Ada sesuatu yang gelap di dalamnya, dan aku takut jika aku terlalu dekat, aku tidak akan bisa kembali.”
Adel membekukan tubuhnya saat membaca surat itu. Surat terakhir ditulis hanya beberapa hari sebelum Pak Kamal menghilang tanpa jejak.
Saat malam semakin larut, Adel duduk terdiam di samping cermin, memandangi refleksinya dengan rasa takut yang semakin nyata. Cermin itu tampak tenang, namun di dalam bayangannya, dia bisa melihat sesuatu yang bergerak samar-samar. Sebuah bayangan, hampir tak terlihat, sedang mengawasinya dari dalam cermin.
Tiba-tiba, lampu kamar Adel berkedip-kedip, dan suara aneh mulai terdengar dari cermin. Seperti bisikan yang tidak jelas, suara itu semakin keras. Adel mendekatkan dirinya, matanya fokus pada permukaan cermin. Kemudian, dia melihatnya—sebuah wajah, bukan wajahnya, muncul di balik refleksi. Wajah itu milik seorang pria yang tampak ketakutan. Wajah Pak Kamal.
Adel mundur dengan panik, jatuh ke lantai. Dia melihat ke cermin lagi, namun wajah pria itu telah menghilang. Apa yang baru saja dilihatnya? Apakah itu peringatan, atau cermin itu mencoba menunjukkan kebenaran yang mengerikan?
—
Silahkan baca cerbung lainnya;
Lihat juga novel menarik di Gramedia.
Siap menerima info dan artikel menarik langsung di email Anda?
Ayo, bergabung sekarang! Gratis!