Memasuki bulan Juli, kawasan wisata Dieng, Jawa Tengah mulai memasuki suhu yang cukup dingin, bahkan sampai menyentuh suhu minus. Hal ini pun menarik banyak wisatawan untuk berkunjung ke destinasi wisata yang terkenal dengan panorama sunrise indah dan alam memesona satu ini.
Memiliki lanskap geografis yang unik, tentunya keindahan alam kawasan Dieng patut diacungi jempol. Pasalnya destinasi wisata yang berada di ketinggian 2.000 mdpl ini dikelilingi pegunungan dan berada di kaldera vulkanik. Belum lagi, gunung-gunung menjulang tinggi, danau dan lembah, serta hamparan tanah pertanian hijau membuat kawasan ini terlihat makin indah dan menawan.
Namun, tahukah Sobat Parekraf, daya tarik kawasan Dieng tidak hanya karena keindahan alam yang ditawarkan saja. Namun juga berkat adanya festival budaya yang diselenggarakan setiap tahunnya, yakni Dieng Culture Festival. Setelah tahun lalu tidak digelar, tahun ini Dieng Culture Festival rencananya akan kembali diselenggarakan pada 23-25 Agustus 2024.
Banyak daya tarik Dieng Culture Festival 2024 yang sukses menarik kunjungan wisatawan. Mulai dari pertunjukan seni budaya, pameran produk ekonomi kreatif lokal, berbagai kegiatan wisata, hingga tradisi atau ritual budaya “Ruwat Gimbal” yang dilakukan masyarakat Dataran Tinggi Dieng.
Apa Itu Ruwat Gimbal di Dieng?
Ruwat Gimbal atau ritual potong gimbal adalah tradisi pemotongan rambut pada anak-anak berambut gimbal yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Hal ini pun bisa menjadi salah satu daya tarik storynomics tourism dari Dieng. Berdasarkan legenda, masyarakat Dieng percaya jika anak gimbal laki-laki adalah titisan Kiai Kolodete, sedangkan anak gimbal perempuan merupakan titisan Nini Ronce Kala Prenye.
Selain itu, storynomics tourism dari legenda lain yang berkembang mengungkapkan bahwa rambut gimbal tersebut berasal dari Nyai Ratu Selatan atau Nyai Roro Kidul yang dititipkan kepada Kiai Kolodete. Itu mengapa, rambut gimbal tersebut harus dikembalikan ke Nyai Roro Kidul melalui proses pemotongan rambut alias Ruwat Gimbal ini.
Namun, di balik storynomics tourism yang masih dipercaya hingga saat ini tersebut, masyarakat lokal Dieng turut meyakini bahwa Ruwat Gimbal dilakukan untuk membuang hal buruk yang akan alami oleh sang anak karena memiliki rambut gimbal. Meski terkadang membawa berkah yang luar biasa, ada kalanya anak berambut gimbal cenderung lebih rewel, usil, dan nakal. Bahkan, saat rambut gimbal mulai tumbuh, anak-anak tersebut jadi lebih sering sakit.
Hal inilah yang akhirnya mengharuskan anak-anak berambut gimbal di Dataran Tinggi Dieng melakukan Ruwat Gimbal. Tapi, kegiatan potong rambut ini tidak boleh dilakukan sembarangan. Orang tua sang anak gimbal harus menuruti dan memenuhi permintaan dari sang anak sebelum mencukur rambut gimbal tersebut. Hal ini dilakukan agar ritual tersebut berhasil sepenuhnya, sehingga rambut anak tidak kembali gimbal.
Merasakan Salju di Dieng
Sambil menunggu Dieng Culture Festival 2024 pada bulan Agustus, Sobat Parekraf bisa mampir jalan-jalan dan merasakan “salju” atau embun es di Dieng. Mengingat, suhu di kawasan Dataran Tinggi Dieng sendiri sudah mencapai minus satu derajat Celcius.
Rendahnya suhu tersebut memicu munculnya embun es yang terkesan unik. Berdasarkan penjelasan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), fenomena terbentuknya embun es menyelimuti beberapa daerah di Dieng disebabkan adanya perubahan suhu yang mencolok di awal musim kemarau. Diperkirakan, suhu dingin dan embun es di Dieng akan terus terjadi sepanjang musim kemarau, atau sampai September 2024.
Jika Sobat Parekraf tertarik, pastikan mengenakan baju hangat dan sepatu yang nyaman. Karena setiap embun es muncul, suhu di Dieng akan jauh lebih dingin dibandingkan biasanya. Dengan begitu, kita bisa berfoto di tengah “salju” tanpa khawatir kedinginan.
Jadi, siapkan waktu untuk menikmati keunikan lain dari Dataran Tinggi Dieng, Sob?
—
Sumber: Kemenparekraf
Siap menerima info dan artikel menarik langsung di email Anda?
Ayo, bergabung sekarang! Gratis!