Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno meluncurkan Kepmen Nomor KM/107/KD.03/2021 Tahun 2021 tentang Panduan Pengembangan Desa Kreatif. Keputusan tersebut merupakan upaya untuk mengembangkan dan menggali potensi kreativitas masyarakat desa di tanah air, agar menjadi kekuatan dalam pemulihan ekonomi dengan terbukanya lapangan kerja.
Menparekraf Sandiaga Uno saat acara Launching Kepmen Pedoman Pengembangan Desa Kreatif Indonesia di Gedung Kesenian Condet, Jalan Balai Rakyat Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (12/12) menjelaskan, jumlah desa di Indonesia pada 2019 telah mencapai 83.820 yang didominasi desa berkembang. Kemenparekraf berkomitmen penuh menggarap Program Desa Kreatif melalui pengembangan produk unggulan dan ekosistem ekonomi kreatif desa.
“Ini adalah awal bagaimana kita menghadirkan peluang usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat di sektor ekonomi kreatif. Pada tahun 2022, Program Desa Kreatif akan diajukan menjadi program inisiatif baru agar dapat masuk dalam RKP 2023 dan menjadi program prioritas Kemenparekraf,” kata Sandiaga.
Saat ini, Kemenparekraf juga tengah menyusun Roadmap Pengembangan Desa Kreatif. Pada 2021 ini, Kemenparekraf telah melaksanakan proyek percontohan desa kreatif, yaitu Desa Mustika dan Desa Sumber Baru di Kabupaten Tanah Bumbu. Kedua desa ini merupakan Binaan Program PPM PT. Borneo Indobara (BIB) sebagai implementasi kerja sama Kemenparekraf dengan Kementerian ESDM.
“Dengan telah ditetapkannya Kepmen ini, diharapkan dapat dijadikan acuan oleh kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, asosiasi, akademisi, swasta, dan semua stakeholder terkait dalam mendukung pengembangan Desa Kreatif,” ujarnya.
Menparekraf juga menjelaskan, Desa Condet masuk dalam 100 Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021. Desa ini masuk menjadi kawasan yang melestarikan kebudayaan dan mendorong produk-produk ekonomi kreatif, meskipun berada di tengah kota metropolitan.
“Keasrian dan keaslian dari budaya Betawi di sini dipertahankan dan menjadi unggulan. Keunggulan kuliner luar biasa, terutama dodolnya meskipun harus perlu ditingkatkan kemasannya. Lalu ada emping yang buatan masyarakat. Kalau kuliner ada semur jengkol, asinan betawi, gado-gado, dan gabus pucung,” kata Sandiaga lagi.
Desa kreatif sendiri merupakan sebuah kawasan yang terletak di wilayah administratif desa/kelurahan yang masyarakatnya telah mengembangkan produk unggulan di satu atau lebih dari 17 subsektor ekonomi kreatif. Tentunya produk yang dikembangkan memberikan nilai tambah dan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi desa.
Selanjutnya, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Muhammad Neil El Himam menambahkan bahwa berdasarkan level pengembangannya, desa kreatif dibagi menjadi empat kategori yaitu inisiatif, produktif, inovatif, dan berkelanjutan.
“Pembagian kategori ini berdasarkan beberapa indikator yaitu produk, pemasaran, sumber daya manusia, pendampingan dan kolaborasi, kelembagaan, infrastruktur, serta teknologi digital dan finansial,” katanya.(*/par/dwi)